Membangun dari Desa: Mengangkat Akar, Menguatkan Bangsa

suasana desa
Ilustrasi suasana desa. (Foto: pixabay.com)

Membangun Desa dengan Nilai

Membangun dari desa berarti membangun dengan mendengarkan. Artinya, pembangunan harus berbasis pada nilai-nilai lokal yang sudah hidup dan terbukti menjaga keseimbangan sosial dan ekologis.

Desentralisasi fiskal dan kelembagaan telah memberikan dasar yang kokoh. Tapi arah pembangunan harus lebih dari sekadar membangun jalan dan jembatan. Ia harus menyasar pada penguatan kelembagaan lokal, peningkatan literasi, pendidikan dan kesehatan berkualitas, serta pemberdayaan ekonomi berbasis komoditas lokal.

Yang lebih penting, semua ini harus dilakukan secara partisipatif. Karena masyarakat desa tahu betul apa yang mereka butuhkan.

Ketika nilai-nilai seperti Limabot Fayfiye, Fogogoru, Saruma, Soa, dan Baronda dijadikan rujukan dalam membangun, maka pembangunan akan punya akar, bukan sekadar daun-daun yang berguguran oleh perubahan zaman.

Menutup dengan Harapan

Kita tidak sedang bicara soal utopia. Banyak negara telah membuktikan bahwa ketika desa dimajukan, maka kota akan mengikuti. Ketika desa diberdayakan, maka migrasi tak lagi jadi pilihan. Ketika desa menjadi pusat inovasi, maka ketahanan nasional menjadi lebih kuat.

Hari ini, yang dibutuhkan adalah keberanian untuk memulai dengan cara berpikir terbalik: bukan lagi “dari kota ke desa”, tapi “dari desa untuk Indonesia”. Dari tanah yang hijau. Dari laut yang jernih. Dari manusia-manusia yang hidup berdampingan dengan alam dan nilai. Sebab sejatinya, membangun bangsa adalah membangun dari akar. Dan akar itu ada di desa.

Baca pula:  Memulai dari Desa: Budidaya Ikan sebagai Pilar Ketahanan Pangan

WhatsApp Channel SALOI.ID